Pattiro nilai RUU Pemda kebablasan

pusat telaah juga Informasi regional (pattiro) menilai selama rancangan undang-undang pemerintahan daerah cenderung menyerahkan gubernur tugas yang melampaui batas-batas kewenangannya dan berpotensi disalahgunakan atau abuse of power.

kedudukan provinsi pada ruu tersebut diperkuat harapannya peran pengawasan serta evaluasi, dan pembinaan pemerintahan daerah dengan pemerintah pusat mampu diringankan dengan mendelegasikan kewenangan itu terhadap provinsi. tapi, tetapi ruu pemda ini keblabasan, kata direktur eksekutif pattiro sad dian utomo di keterangan tertulisnya dalam jakarta, kamis.

sad dian menunjukan selama pasal 76 ayat 5 serta pasal 77 huruf e. gubernur di dua pasal ini diberi kewenangan supaya menyerahkan sanksi pada bupati juga walikota. berdasarkan dia disamping sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur dan kepala pemerintah daerah yang ditekuni melalui pemilukada dan berasal dari partai politik.

dia menyatakan tendensi politis, bahkan kepentingan politik saat menjalankan kewenangan ini terlebih kepada bupati dan walikota dan berbeda kepentingan politik dan partai politik berpotensi sangat kental.

Informasi Lainnya:

konflik politik antara provinsi dan kabupaten/kota dan dalam ini relatif laten ingin cenderung mengeras serta difasilitasi oleh ruu pemda ini agar bereskalasi beranjak, katanya.

menurut dia pasal 77 huruf b juga huruf i menyebutkan gubernur diberi kewenangan membatalkan peraturan daerah (perda), peraturan kepala daerah kabupaten/kota, dan rancangan perda mengenai kecamatan makanya melampaui batas kewenangan gubernur.

sad dian menungkapkan dalam uu no 12 tahun 2011 perihal pembentukan peraturan perundang-undangan pasal 9 ayat 2 menyebutkan

pembatalan peraturan perundang-undangan pada bawah undang-undang, semisal rancangan perda, perda, dan peraturan kepala daerah, hanya bisa diselenggarakan dengan ma.

ditetapkan dengan perda serta perkada perihal pencabutan perda serta perkada bersangkutan (pasal 56 ayat 3 huruf b). ruu pemda mesti mengacu kepada prinsip lex superiori, berpijak terhadap peraturan perundang-undangan dan telah ada, ujarnya.

dalam pasal 77 huruf d ruu pemda, menurut dia gubernur diberi kewenangan membayar langsung terhadap perangkat daerah agar menangani masalah bermanfaat juga mendesak. dia menyatakan sekalipun permintaan ini ditujukan dan terhadap kepala daerah, namun kontak segera gubernur melalui perangkat daerah kabupaten/kota mencari wilayah intervensi gubernur meluas dan melebar.

hal tersebut berpotensi mengganggu proses kerja internal birokrasi kabupaten/kota. padahal seharusnya, dalam tingkat kabupaten/kota, loyalitas perangkat daerah cuma kepada bupati dan walikota, serta tidak diganggu dengan intervensi gubernur. apalagi mengingat kepala daerah merupakan jabatan politik, katanya.

selain itu berdasarkan dia di pasal 77 huruf g gubernur diberi kewenangan melaksanakan perselisihan diantara daerah kabupaten/kota dalam provinsinya. dia mengatakan penyelesaian sengketa antar daerah kabupaten/kota menempatkan gubernur dibuat bagian yang berjarak serta netral melalui persoalan yang disengketakan.

namun, tak banyak mekanisme kalau dan bersengketa adalah gubernur melalui bupati/walikota. ketiadaan agama tersebut berpotensi besar menghadirkan abuse of power daripada gubernur, ujarnya.

sad dian serta mengkritisi pasal 77 huruf f mau mencederai nilai-nilai demokrasi lokal, dan dibawa oleh dprd kabupaten/kota.